Dari sebagian kelompok masyarakat tersebut ada kelompok yang mempunyai visi yang jauh kedepan, yaitu menghantarkan Indonesia dan bangsanya menjadi warganegara dunia dengan mengajukan aspirasi KEWARGANEGARAAN GANDA bagi semua.
Sebuah konsep yang sangat progressif dan patut untuk diberikan waktu dan perhatian untuk mengupas konsep kewarganegaraan ganda tersebut.
Saat ini kewarganegaraan ganda hanya terbatas bagi anak anak yang berusia 0-18 tahun dan baginya berlaku kewarganegaraan tunggal mutlak ketika anak yang bersangkutan mencapai usia 21 tahun.
Patut dicermati kesempatan bagi anak anak ini tidak melulu bagi anak anak yang lahir dari perkawinan campuran saja, namun bagi anak anak yang karena satu dan lain hal mempunyai kesempatan untuk memperoleh kewarganegaraan lain selain kewarganegaraan Indonesia misalnya: 1)negara tempat ia dilahirkan memberikan kewarganegaraan karena negara tersebut mengikuti prinsip ius soli; 2) anak anak Indonesia yang menjadi bagian sebuah keluarga karena adopsi.
Indonesia sudah lama mengikuti asas kewarganegaraan tunggal berdasarkan asas ius sanguinis, namun karena perkembangan kebutuhan masyarakat dan demi kepentingan terbaik anak anak maka ass ius soli pun diadopsi dalam peraturan kewarganegaraan yang tertuang didalam UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
| Taken by: Enggi Holt |
Saya pikir ada dua opsi untuk mengusung konsep di atas yaitu sebagai berikut:
1. Perubahan konsep yang terdapat di dalam UU Kewarganegaraan No. 12 Tahun 2006:
Diluar dari penetapan kedua asas tadi, hal yang paling krusial menurut saya dan ini berkaitan erat dengan aspirasi untuk mengajukan Kewarganegaraan Ganda adalah prinsip partisipasi aktif seorang warganegara Indonesia untuk menyatakan loyalitasnya kepada negara Indonesia.
Hal ini jelas sekali terlihat dalam pasal 23 i dari UU Kewarganegaraan Indonesia - dimana ketentuan ini khususnya berlaku bagi para warganegara Indonesia yang tinggal di luar wilayah Indonesia untuk melaporkan diri kepada kantor perwakilan negara Indonesia di negara setempat akan keberadaannya selain untuk keperluan perpanjangan pasport juga ditujukan sebagai alat kontrol terhadap keberadaan warganegaranya.
Bila karena satu dan lain hal warganegara yang bersangkutan tidak melaporkan diri maka dianggap ia telah melepaskan kewarganegaraan Indonesianya dan dengan demikian ia untuk selanjutnya dianggap sebagai orang asing. Sepanjang ia karena kelalaiannya ini tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Selain itu dapat dilihat pula di pasal 6 yang menyangkut kewarganegaraan ganda terbatas,dimana ketika anak mencapai usia 21 dan tidak menyatakan secara tegas memilih warganegara Indonesia dan tidak melakukan tindakan hukum yang nyata untuk mendukung keinginannya menjadi Warganegara Indonesia maka demi hukum anak ini dianggap telah menanggalkan kewarganegaraan Indonesianya.
Asas kewarganegaraan aktif yang dianut oleh negara Indonesia ini, berjalan dengan baik bila prosedur penerbitan pasport masih menggunakan tata cara cetak dengan penerbitan buku hijau. Namun kita ketahui bersama saat ini Pemerintah sedang menggalakkan paperless documentation berupa: e-ktp dan e-pasport. Kedua sistim memungkinkan data pribadi yang bersangkutan disimpan dalam sebuah sistim yang canggih (tentunya menyerap biaya yang tidak sedikit untuk persiapan dari sistim tersebut) dan dapat diakses dimanapun sesuai dengan kebutuhan yang bersangkutan.
Semua ini dimungkinkan karena digunakannya Single number entry ( Nomor Induk Kependudukan/NIK) untuk mendata warganegara dan penduduk yang bersangkutan. Bahkan kedepannya NIK ini akan berlaku dan digunakan untuk pelbagai keperluan seperti misalnya perpajakan. Arti dari semua ini adalah bahwa ketika data pribadi seorang warganegara Indonesia di unduh ke dalam sistim - ia tidak perlu lagi untuk menghadap untuk melaporkan keberadaannya, kecuali jika ada data data yang perlu diperbarui.
Implikasi dari semua ini adalah asas kewarganegaraan aktif sangat dapat dirubah menjadi asas kewarganegaraan pasif. Yaitu bila dengan asas yang pertama warganegara dituntut secara aktif memperbaharui loyalitasnya kepada negara maka dengan asas yang kedua negara menuntut warganegaranya untuk selamanya menjadi bagian dari Negara Indonesia.
Ini akan membantu negara dalam memantau warganegaranya dimanapun ia berada melalui perbuatan hukum yang dilakukan sekali saja dalam hidup yang bersangkutan yaitu ketika ia melaporkan atau dilaporkan ( bagi yang dibawah umur) tentang status hukumnya untuk di unduh kedalam sistim.
Berkaitan dengan Kewarganegaraan Ganda melalui asas kewarganegaraan pasif maka apabila seorang warganegara Indonesia memiliki kewarganegaraan lain - yang menjadi utamanya adalah kewarganegaraan Indonesianya (primary nationality/citizenship) sedangkan kewarganegaraan lain yang dimilikinya adalah sebagai pelengkap (secondary nationality/citizenship).
Melalui perubahan konsep ini maka Negara Indonesia: 1) tidak akan perlu secara radikal mengubah banyak hal yang berkaitan dengan ketentuan ketentuan yang mengatur soal hak dan kewajiban warganegaranya. Sebab dengan asas ini, sepanjang Negara membutuhkan tenaga, keahlian, suara dan kesetiaanya dari orang yang bersangkutan, maka ia mempunyai kewajiban sebagai seorang warganegara yang baik untuk memenuhinya.
2) Tetap memiliki asset yang paling utama yaitu warganegaranya disatu sisi namun disisi yang lain memberikan kesempatan warganegaranya untuk menyebar keseluruh pelosok dunia dan menjadikan warganegaranya tersebut sebagai duta bangsa karena berdasarkan prinsip kewarganegaraan pasif sekalinya seorang itu berwarganegara Indonesia maka ia akan tetap menjadi warganegara Indonesia.
3)Memegang kendali dan kontrol untuk menentukan siapa yang dapat menjadi warganegara Indonesia mengingat ikatan yang akan terjalin demikian kuatnya maka diperlukan sistim yang ketat.
2. Asas Reciprocal:
Dengan asas ini, Indonesia tetap menganut asas kewarganegaraan secara aktif dimana adanya kewajiban bagi para warganegaranya untuk melaporkan dirinya bila ingin tetap menjadi seorang warganegara Indonesia.
Namun negara Indonesia mengadakan perjanjian bilateral dengan sejumlah negara tujuan untuk mengijinkan warganegara Indonesia menjadi warganegara di negara tujuan tersebut dan demikian sebaliknya. Hal ini bisa saja dilakukan dengan melihat sejarah Indonesia dengan negara dan bangsa asing. Salah satunya Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang dengan negara Belanda, Portugis, Jepang dan Inggris. Dimana situasi dan kondisi masa lalu negara-negara ini sempat menjadi 'tuan' di negara Indonesia.
Akan tetapi sekarang keadaan telah berubah dan kita sebagai bangsa yang berdaulat duduk sejajar dengan negara negara tersebut dan tidak ada salahnya menjalin kerjasama dalam bentuk 'pertukaran kewarganegaraan' dengan negara negara tersebut. Model seperti ini yang diterapkan oleh negara Filipina dimana negara tersebut hanya mengizinkan warganegaranya memiliki kewarganegaraan Amerika selain sebagai warganegara Filipina.
Keuntungannya dari asas Resiprocal ini antara lain adalah: 1) Warganegara Indonesia dapat menggali pendidikan dan pengalaman dari negara negara tersebut, 2) akses UNI EROPA dapat pula dinikmati oleh warganegara Indonesia yang menjadi salah satu dari negara yang disebutkan tersebut dan 3) Negara dapat dengan cermat mengkontrol arus warganegaranya yang memiliki kewarganegaraan ganda dan juga mempererat hubungan baik ekonomi, sosial maupun pertahananan dengan negara negara yang menjadi pasangannya.
Tentu diantara keuntungan yang disebutkan di atas pastinya ada kerugian atau lebih tepatnya ketidak pastian dalam pelaksanaannya, yang antara lain adalah:
Opsi pertama: 1) Negara Indonesia mempunyai kewajiban yang demikian besar dan luas untuk menjamin keselamatan warganegaranya, 2) keberhasilan dari ketentuan ini berada pada tingkat kedisplinan dan kesadaran dari pihak pihak yang bersangkutan untuk memenuhi kewajibannya.
Opsi kedua: 1) untuk mengadakan perjanjian bilateral mengenai kewarganegaraan tentunya akan memerlukan waktu, biaya dan diplomasi yang luar biasa dari kedua negara, 2) tidak semua warganegara Indonesia mempunyai kepentingan dengan negara negara yang disebutkan diatas, dan 3) Negara Indonesia tidak mempunyai otoritas yang penuh terhadap warganegaranya.
Tentu banyak lagi cara untuk memikirkan konsep kewarganegaraan ganda ini dan banyak kemungkinan akan keuntungan maupun kerugian. Namun sekali lagi tulisan ini maupun wacana lainnya hanya sekedar wacana.
Bila benar benar ingin mengubah Indonesia dari sistim kewarganegaraan tunggal menjadi kewarganegaraan ganda diperlukan sebuah pemikiran yang matang dan holistik dari seluruh lini secara simultan dan konsisten. Sehingga maksud dan tujuan yang baik dari konsep ini tidak akan disewenangkan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab.
Demikian sekilas catatan saya pribadi tentang aspirasi yang tengah menggeliat disebagian masyarakat warganegara Indonesia.
Bristol, 2012
No comments:
Post a Comment